Minggu, 21 November 2010

Sunan Giri

Sewaktu Sunan Ampel
masih hidup, di Gresik
ada pula seorang
penganjur agama yang
terkenal, namanya
Raden Paku, disebut
juga sebagai Prabu
Satmata, atau Sultan
Abdul Fakih, beliau
adalah putera Maulana
Ishak dari Blambangan
(di Jawa Timur).

Maulana Ishak
dikatakan dari
Blambangan, oleh
karena beliau
ditugaskan oleh Sunan
Ampel untuk
menyebarkan agama
Islam di daerah
Blambangan yang pada
masa itu masih kuat
memeluk agama Hindu
dan Budha. Berhubung
ayahnya ke pasai dan
tidak kembali lagi ke
tanah Jawa maka
Raden Paku kemudian
diambil sebagai putera
angkat oleh salah
seorang wanita kaya,
Nyi Gede Maloka
namanya. Kalau di babad
tanah jawa, disebut
Nyai Ageng Tandes
atau Nyai Ageng saja.
Sesudah beliau besar
disekolahkannya ke
Ampel untuk berguru
kepada Raden Rahmat
(Sunan Ampel). Di sana
Raden Paku bertemu
dengan Maulana
Makdum Ibrahim,
putera-putera Sunan
Ampel yang kemudian
bergelar Sunan Bonang.
Kemudian bersama-
sama dengan Maulana
Makdum Ibrahim, Raden
Paku oleh Sunan Ampel
di suruh pergi haji ke
Tanah Suci, sampai
memperdalam ilmunya.
Tetapi mereka sebelum
sampai di tanah suci
singgah terlebihdahulu di
Pasai (Aceh), untuk
menuntut ilmu kepada
para ulama disana.
Adapun yang imaksud
ilmu di sini, adalah ilmu
ke Tuhanan menurut
ajaran tasawuf. Konon
kabarnya memang
banyak ulama-ulama
keturunan India dan
Persia yang membuka
pengajian di pasai di
waktu itu. Bahkan
banyak pula ulama-
ulama dari Malaka juga
kadang-kadang datang
bertanya tentang
sesuatu masalah ke
Pasai. Sesudah kedua
tunas muda itu selesai
menuntut pelajaran di
sana, merekapun
kembalilah ke tanah
Jawa. Raden Paku
berhasil mendapat "Ilmu
Laduni", sehingga
gurunya di pasai
memberinya nama
"Ainul Yaqin".
Raden Paku
sekembalinya di tanah
Jawa mengajarkan
agama Islam menurut
bakatnya. Raden paku
atau Syekh Ainul Yaqin
mengadakan tempat
berkumpul yang boleh
disebut pondok
pesantrennya di Giri.
dimana murid-muridnya
terdiri pada orang-orang
kecil (rakyat jelata).
Sungguh amat besar
jasa Sunan Giri semasa
hidupnya, karena
beliaulah yang
mengirimkan utusan
(mission secree) keluar
Jawa. Mereka terdiri dari
pelajar, saudagar,
nelayan. Mereka dikirim
oleh Sunan Giri ke pulau
Madura. juga ke Bawean
dan Kangean, bahkan
sampai ke Ternate dam
Haruku di kepulauan
Maluku. Amat besar
pengaruh Sunan Giri
terhadap jalannya roda
pemerintahan di
kerajaan Islam Demak,
sehingga sesuatu soal
yang penting
senantiasa menantikan
sikap dan keputusan
yang diambil oleh Sunan
Giri. Oleh para wali
lainnya, beliau dihormati
serta disegani.
Pada waktu dahulu Giri
adalah menjadi sumber
ilmu keagamaan, dan
termasyhur diseluruh
tanah Jawa dan
sekelilingnya. Dari segala
penjuru, baik dari
kalangan atas maupun
kalangan bawah banyak
yang pergi ke Giri untuk
berguru kepada Sunan
Giri. Beliaulah kabarnya
yang menciptakan
gending Asmaradana
dan Pucung. Daeran
penyiarannya sampai ke
Sulawesi, Maluku, Nusa
Tenggara dan Madura,
menurut setengah
riwayat, Sunan Giri-lah
yang menghukum sesat
terhadap diri Syekh Siti
Jenar, karena
mengajarkan ilmu yang
berbahaya pada rakyat.
Sunan Giri adalah
terhitung seorang ahli
pendidik (pedagang)
yang berjiwa
demokratis. Beliau
mendidik anak-anak
dengan jalan membuat
bermacam-macam
permainan yang berjiwa
agama. seperti
misalnya : jelungan,
jamuran, gendi gerit, jor,
gula ganti, cublak-cublak
suweng, ilir-ilir dan
sebagainya.
Diantara permainan
kanak-kanak hasil
ciptaan/gubahannya
adalah rupa "jitungan"
atau "jelungan". Adapun
caranya adalah begini :
Anak-anak banyak,
satu diantaranya
menjadi "pemburu", lain-
lainnya jadi "buruan"
mereka ini akan
'selamat' atau 'bebas'
dari terkaman
'pemburunya', apabila
telah berpegangan pada
'jitungan', yaitu satu
pohon, tiang atau
tonggak yang telah
ditentukan terlebih
dahulu.
Permainan dimaksudkan
untuk mendidik
pengertian tentang
keselamatan hidup,
yaitu : bahwa apabila
sudah berpegangan
kepada agama yang
berdasarkan ke
Tuhanan Yang Maha Esa
sajalah, maka manusia
(buruan) itu akan
selamat dari terkaman
iblis (pemburunya). Di
samping itu
diajarkannya pula
nyanyian-nyanyian
untuk kanak-kanak
yang bersifat
paedagogis serta
berjiwa agama, Di
antaranya adalah
berupa 'tembung
dolanan bocah' (lagu
permainan anak-anak),
yang berbunyi sebagai
berikut :
"Padang-padang bulan,
ayo gage da dolanan,
dolanane naning latar,
ngalap padang gilar-gilar,
nundang bagog
hangatikar", yang dalam
bahasa indonesianya
kira-kira begini :
"Terang-terang bulan,
marilah lekas bermain,
bermain dihalaman,
mengambil manfaat
dari terang benderang,
mengusir gelap yang lari
terbirit-birit".
Adapun maksud dari
tembang tersebut di
atas itu adalah : Agama
Islam (bulan) telah
datang memberi
penerangan hidup, maka
marilah segera orang
menuntut penghidupan
(dolanan, bermain) di
bumi ini (latar, halaman)
akan mengambil
manfaat ilmu agama
Islam (padang, gilar-
gilar, terang benderang)
itu, agar sesat
kebodohan diri (begog,
gelap) segera terusir.
Disamping itu terkenal
pula tembang buat
kanak-kanak yang
bernama "Ilir-ilir" yang
isinya mengandung
filsafat serte berjiwa
agama.Bunyi
selengkapnya adalah
demikian.
"Lir-ilir, lir ilir, tandure
wing angilir, sing ijo
royo-royo, tak sengguh
kemanten anyar. cah
angon, cah angon,
penekno blimbing kuwi,
lunyu-lunyu penekno
kanggo masuh dodotiro.
dodotiro-dodotiro,
kumitir bedah ing
pinggir, dondomana
jrumatana, kanggo sebo
mengko sore, mumpung
gede rembulane,
mumpung jembar
kalangane, ndak sorak
hore."
Adapun maksudnya
adalah demikian : sang
bayi yang baru lahir di
dalam dunia ini masih
suci bersih, murni,
sehingga ibarat seperti
penganten baru, siapa
saja ingin
memandangnya, "bocah
angon" (pengembala) itu
diumpamakan santri,
mualim, artinya orang
yang menjalankan
syariat agama.
Sedangkan "blimbing"
diibaratkan blimbing itu
mempunyai/teridiri dari
lima belahannya,
maksudnya untuk
menjalankan
sembahyang lima
waktu. Meskipun "lunyu-
lunyu" (licin). tolong
panjatkan juga,
kendatipun
sembahyang itu susah,
namun kerjakanlah,
buat membasuh
"dodotira-dodotira,
kumitir bedah ing
pinggir" maksudnya
kendatipun sholat itu
susah, tetapi kerjakan
guna membasuh hati
dan jiwa kita yang kotor
ini. "Dondomono,
jrumatana, kanggo sebo
mengko sore, dan
surak-surak hore".
Maksudnya " bahwa
orang hidup di dalam
dunia ini senantiasa
condong kearah berbuat
dosam segan
mengerjakan yang baik
dan benar serta utama,
sehingga dengan
menjalankan sholat itu
diharapkan besuk
dikelak kemudian dapat
kita buat sebagai bekal
kita dalam menghadap
kehadirat Tuhan Yang
Maha Kuasa, bekal itu
adalah beramal saleh.
Itulan diantara lain buah
ciptaan sunan giri.
Mengenai tembang
(lagu) ilir-ilir ini ada pula
yang berpendapat,
bahwa itu adalah
ciptaan sunan kalijaga.
Akan tetapi mengingat
bahwa diantara wali
sanga, sunan giri yang
terkenal sebagai
seorang pendidik yang
gemar menciptakan
lagu-lagu kanak-kanak
maka besar dugaan kita
bahwa lagu tersebut
adalah ciptaan beliau
juga. Jika tidak, yang
pasti adalah bahwa
tembang tersebut
adalah ciptaan pada
jaman wali. Apakah
benar ciptaan sunan
kalijaga atau gubahan
bersama dengan sunan
giri, itu adalah soal
secundair.
Sesudah beliau wafat,
kemudian dimakamkan
di atas bukit Giri
(Gresik). Setelah Sunan
Giri meninggal dunia,
berturut-turut
digantikan oleh Sunan
Delem, Sunan Sedam
Margi, Sunan Prapen.
Tatkala Sunan Prapen
pada tahun 1597 M,
wafat beliau digantikan
Sunan Kawis guna,
kemudian setelah Sunan
Guwa wafat diganti
oleh Panembahan
Agung. Pada tahun 1638
M Panembahan Agung
Giri diganti oleh
Panembahan Mas
Witana Sideng Rana,
beliau wafat pada
tahun 1660 M. kemudian
atas perintah Sunan
Amangkurat I, Pangern
Puspa Ira (Singonegoro)
ditempatkan di Giri.
mulai saat sunan
Amangkurat II
memegang kendali
pemerintahan, Giri
maupun Gresik
mengalami perubahan
yang tidak sedikit.
Akibat daripada
serangan Amangkurat
II yang dibantu oleh
kompeni akhirnya pada
tanggal 27 april 1680
jatuhlah kekuasaan
Pengeran Giri ke tangan
Amangkurat II.
Semenjak itu Giri
cahanya mulai pudar,
hanya tinggal kenang-
kenangan dalam sejarah
kebangunan Islam di
tanah Jawa.
Ageng Prabu